April 12, 2016

menyusul dewi

Masih dalam pandangannya, dari jendela kaca. sebuah pohon akasia yang sedikit condong ke arah barat daya melambaikan dedaunannya, dengan latar langit hitam dan malam yang kian menua. Disela jarinya, sebatang rokok menyala dengan asap yang menari kesini-sana.

Malam ini tak sama
dengan malam-malam sebelumnya. Tidak dengan dua adukan kopi lengkap bersama taburan krim gula yang menemani ia terjaga, tidak pula dengan wanita yang biasanya bersandar di pundaknya. Hanya ada belasan sampah bekas rokok yang berserakan dan tiga botol alkohol yang menganga.

Malam ini, duka menjadi judul besar khayalannya. Masih pekat dalam benak pria itu, istrinya yang tengah hamil muda, yang malam lalu masih tertawa dipundaknya sambil menatap layar televisi. Dua cangkir kopi dan cemilan pun melengkapi serunya siaran pertandingan bola.

Pria itu pun mulai berjalan tergopoh ke sofa. Mengganti chanel televisi yang sedari tadi menyala tanpa suara. Hingga akhirnya ia menonton siaran berita, tentang kecelakaan tadi pagi yang merenggut nyawa seorang wanita hamil muda.

Ia pun mulai meraung, nafasnya tersengal. Menunduk sambil menggit punggung tangannya di pangkal jari yang mengepal. Ia siap meledak dan berteriak keras, membanting botol alkohol yang masih bersisa ke arah televisi yang menyala, menendang meja yang ada didepannya, dan memporak-porandakan apapun yang ada disekitarnya.

'Aaarrrrggghh"

Ia berteriak lagi, kali ini lebih keras dan berlari kearah TV untuk membantingkannya ke lantai yang sudah dipenuhi ratusan pecahan kaca.

Berat TV itu memang tak seberapa, tapi dengan pengaruh botol ketiga dari alkohol yang sudah bersarang di lambungnya, ia pun gagal menjaga keseimbangan tubuh hingga jatuh ke lantai. Badannya penuh luka tertusuk puluhan beling yang menancap di bagian dada. Kemudian isak tangis yang tersengal berubah menjadi tawa yang tak karuan.

"Aku akan menyusulmu, dewi. Aku akan menyusulmu. Menyusul kalian, kau dan anak kita"

Kemudian pria itu mengambil salah satu dari pecahan kaca itu. Ia jepit di tangan kanan dengan telunjuk dan ibu jarinya. Kemudian menyayat nadi pergelangan tangan kiri. darah mengucur jatuh bergelimangan di lantai. pria itu kian lemas, matanya yang kosong perlahan menutup, telungkup hingga tak sadarkan diri.


Apartemen 104
Menteng, Jakarta.

No comments:

Post a Comment

tinggalkan komentar