February 15, 2020

Rindu

Terkadang rindu bersarang di ruang perjamuan, dimana dulu kau kutempatkan, cahaya jadi hal yang sulit dan ditimpa rumit berkepanjangan. Ada masa dimana aku ingin sekali rasanya memula percakapan, menggulir daftar nama-nama dalam layar ponsel hingga kemudian terhenti pada satu nama yang seketika terasa menyumbat sendi-sendi dalam tubuhku. Aku mematung, belasan tanya muncul di kepala, perihal bagaimana hidupmu setelah sekian lama berkelana, mencari rumah yang baru. sudahkah kau temui seorang yang meminjamkan bahunya saat kau bercerita tanpa kau minta?


Dalam satu waktu, ingatan menyentuh langit-langit kepalaku, di depan layar sembari melihat-lihat garis waktu media sosial, dimana malam sedang hening-heningnya, hanya ada latar suara dari musik yang kebetulan kau juga suka, mengajak bernostalgia menuju masa lalu. aku menolak untuk hanyut dalam itu semua, karena bosan, dan sudah cermat membayangkan kalau setelah ini hanya akan ada imajinasi dan halusinasi yang menyulitkan, aku menelungkupkan badan, dan memejam mata, berencana tidur sebagai isyarat untuk tidak ingin mengingatmu kembali.


Tapi kemudian kau malah datang sebagai hujan, semakin deras seolah mengetuk-ngetuk jendela kamar, semakin deras hingga namamu selalu terlintas, diantara nyanyian hujan dibalik jendela. aku memaksa diri untuk tidur, sebab terjaga selama apapun tak akan membuatmu pulang kepadaku yang sudah sangat jauh, aku sungguh ingin tidur dengan tenang tanpa ada kau lagi di tengah-tengahnya, sehingga aku bangun tanpa ada duga "apa kita masih ada?"


Pada malam lainnya, aku malah sengaja meluangkan waktu untuk mengingatmu, menenggelamkan diri menelusuri jejak-jejak kita yang ada di sosial media, membaca ulang percakapan dan membayangkan kita, saat pertama kali kau menaruh kepalamu di bahuku, di anak tangga teratas di depan pintu sebuah radio malam itu, saat jemari kita menyatu menjadi sebuah genggaman, dan bintang menjadi teman, kita saling bertukar cerita tentang mimpi-mimpi kita.


Ada kalanya dimana rindu menyiksa badan, tubuh gemetar mempertahankan perasaan dihantam rindu yang keterlaluan, saat itu aku menjelma menjadi tulisan-tulisan dengan harapan kau menyempatkan waktu untuk membacanya, sebab semua kata yang aku rangkai selalu didasari olehmu, dan hanya sejauh itu aku bisa menyentuhmu, karena kemungkinan kita untuk kembali saling sapa hanya ada dalam dadaku.