November 24, 2018

Menyeduh kopi dengan rasa sakit

Aku kembali, dengan bekas sayat yang belum kering di hati dan cukup dalam kali ini, hanya dengan satu balasan tentang ajakan ngopi dan obrolan hangat, hingga berakhir dengan kehilangan kalimat.

lima tahun yang lalu, sebuah ajakan ngopi yang menghantar kita pada pertemuan, menemui bahagia, canda, dan cerita yang mungkin lucu untuk diceritakan. mengajari banyak hal, bahkan cara bersalah jika tidak memberi kabar, mengajari tegar kalau rencana yang diusahakan ternyata tidak berakhir dengan keberhasilan.

Masih kuingat detail dari kalimatku, 25 Oktober hari itu, cuitanku yang kau bilang mewarnai pagimu.

"hai, mari menyeduh kopi dan menjaganya agar tetap hangat"

kau membalas dengan

" aku tidak minum kopi, diganti teh boleh ya?"

bertemulah kita dengan banyak cerita setelahnya, dongeng cinderella dengan sendal jepitnya, potongan cokelat, surat, dan sepatu yang menemani tiap langkah kita.



Hingga, oktober di lima tahun setelahnya, semua sangat berbeda, kita sudah lebih dewasa, kau dengan kehidupan barumu, dan aku juga, tapi ada hal yang masih sama, aku masih senang menggali cerita lama, bukan untuk kembali, tapi untuk sekedar nostalgia,
aku kefikiran, mungkin, ada baiknya menyapa, mengingat kita yang sudah lama tidak bertemu, kemudian ajakan ngopi itu ku hadirkan lagi di depan matamu, untuk bernostalgia, bercerita tentang sejauh apa kita lupa.

"hai, mari menyeduh kopi kembali, kali ini kau tak harus menjaganya tetap hangat, aku hanya ingin bercerita"

tapi kali ini kau membalas dengan

"aku tidak minum kopi, aku tidak bisa menghabiskan waktu lagi untuk minum kopi denganmu, aku bukan orang yang seru sekarang, aku suka sendiri dan menikmatinya"

Bertemulah aku dengan rasa sakit.


ternyata banyak hal yang aku lewatkan tentangmu, kau sangat berubah, aku merasa jadi orang yang tak pernah ada dalam hidupmu, sangat asing, bahkan hanya untuk sedikit percakapan, kau enggan untuk memberikan waktumu.

rasanya sakit, ketika tau ternyata aku tidak memberimu kesan, ketika aku menghabiskan tahun demi tahun menunggu, hanya untuk sedikit percakapan, tapi kau enggan.



ku hargai itu, keputusanmu adalah untuk dirimu sendiri, yang tersisa sekarang hanya aku yang akan berdamai dengan itu semua, susah memang, tapi harus kulakukan.








kalau saja melepaskan itu mudah, maka cinta bukan lagi sesuatu yang para sastrawan abadikan dalam karya terbaiknya.