March 3, 2017

Jauh, lalu jatuh

Rentang waktu antara melihatmu dan kesiapanku menjatuhkan hati itu begitu dekat, sekali aku melihatmu, kau membentuk senyum dengan lingkar bibir yang mempesona, tatapanmu mengisyaratkan belasan tanya, oh Tuhan, aku jatuh cinta. begitu saja, tanpa aba-aba.

Perjalanan dimulai, percakapan melebar, dari hal yang kita anggap candaan, hingga sampai ke arah yang lebih personal, kita berbicara banyak hal dan menemui kenyamanan. kita sama-sama meyakini bahwa ini akan menjadi perjalanan panjang, kita butuh tunggangan, bekal, dan kesiapan mental. Kita berani memutuskan sebuah status sosial sebagai kendaraan. 


Pacaran

Dengan status itu, kita mengerti bahwa perjalan kita bahkan sudah jauh, satu demi satu tantangan mulai menyentuh, kerikil-kerikil kecil dengan label perbedaan mulai terlihat, sedikit demi sedikit kenyamanan menipis, bekal percakapan berkurang. 

Kita lelah, kau mengajakku singgah, sayangnya kita singgah ditempat yang salah, kau pernah ke tempat ini sebelumnya, urusanmu dengan tempat ini belum selesai sepenuhnya, aku mengajakmu untuk melanjutkan perjalanan, sayangnya kau memilih tinggal. 

Kau berbual, kau bilang kau akan selalu bersamaku, apapun yang akan kita tempuh, tapi mengapa kau memilih untuk tetap ditempat itu?

kenapa diam saja?

Tak sepetah kata pun keluar dari bibirmu, bibir itu yang pernah menjadi alasanku memilihmu, kini beku.

Baik, 

Aku akan melanjutkan perjalanan ini sendiri, kendaraan itu ku tinggal, dengan atau tanpamu, aku tetap berjalan, aku kuat. 

Tidak, aku tak kuat, ini begitu berat, langkahku melemah, ini sudah terlalu jauh untuk kembali, kakiku lepas kendali.

Aku terjatuh

Lalu mati.

2 comments:

tinggalkan komentar