Sore ini aku sudah duduk manis di sebuah tempat kopi dan memesan satu gelas americano yang masih hangat, laptop, asbak, rokok, dan ponsel berjejer di sekitar gelas di atas meja di depanku, di meja lainnya, mataku menangkap sekumpulan orang-orang usia kira-kira dua puluhan tahun saling bercanda tertawa, heboh hingga kebisingannya sedikit mengganggu pengunjung lain, aku melihat mereka dan menghela nafas sambil berkata dalam hati “aku pernah seperti itu, dulu, tertawa selepas itu tak peduli malu”
Aku bahkan lupa, kapan terakhir kali aku bisa melebarkan senyum seperti itu, tertawa dengan lepas dan melupakan tumpukan masalah dewasa yang semakin hari semakin menambah, aku juga tidak tahu apa yang muncul di kepalaku, ketika ada pertanyaan tentang bahagiaku, sebab bahagia juga sifatnya berubah, kadang kau bahagia karena hal yang kau inginkan benar-benar tercapai, atau kadang hanya karena hal-hal indah kecil yang mampir tanpa kau harapkan, untukku sekarang, bisa menyelesaikan tantangan menulis 30 hari ini saja mungkin aku bisa bahagia.
Ada masa dimana menjadi alasan orang-orang bahagia adalah kebahagiaanku, di mana aku menjadi “badut”, melontar lelucon dan melihat tawa bergemuruh mengepung seisi ruangan dari arah bangku kumpulan penonton, mengakhiri pertunjukan dengan menerima tepuk tangan dari banyak orang, dan berada di panggung yang sama dengan orang-orang hebat dalam bidang ini, tapi aku juga sadar kalau bahagia sifatnya tidak permanen, jadi setelahnya, aku menemukan bahagia dari tempat yang lain, untuk orang-orang yang ku singgahi hatinya, misalnya. aku bahagia ketika melihat ponsel dipenuhi tumpukan pemberitahuan pesan, sekedar bertanya kabar, mengingatkan makan, ataupun menyepakati waktu untuk rencana menonton bioskop dan berkaraoke.
Saat ini aku merasa sudah harus memilih bahagia lebih bijak, mengerti bagaimana definisi bahagia versi seorang yang hidupnya dipenuhi penyesalan, kesulitan, dan kekosongan. dari hal-hal terkecil yang bisa kudapat saat bangun pagi di rumah, melihat sarapan yang Ibu selalu siapkan di atas meja, menertawai Ayah yang senang melihat hal lucu di ponselnya, membeli martabak saat dalam perjalanan pulang sehabis gajian kemudian menyantapnya bersama-sama, menonton serial komedi sambil menyeruput kopi, menemui teman lama, dan bercerita ringan perihal rumah tangganya,
sesederhana itu saja, sebab aku yakin, Tuhan masih mempercayaiku dengan bahagia yang sederhana, hingga nanti aku dipercayai untuk bahagia yang lebih besar dari yang aku kira.
#30dayswritingchallenge day 2 - things that makes you happy
No comments:
Post a Comment
tinggalkan komentar