"Permisi mas, ini bangkunya kosong?"
Katanya, sambil menunjuk kursi disebelahku
Aku masih ingat nadanya, suaranya yang saat itu sedikit samar tertutup riuhnya suasana keramaian dan semangat menonton pertunjukan grandfinal sebuah kompetisi komedi di Theater Balai Sarbini, baju kaos lengan panjang berwarna merah muda dan celana jeans panjang menutup lekuk tubuhnya, rambutnya panjang terurai melebihi bahu,
di pergelangan tangannya dihiasi dengan jam dan beberapa gelang, membawa sebuah tas dan kantong berisi souvenir dan minuman kotak. matanya yang anggun menatap kurang dari setengah meter ke arahku, sambil membungkukkan sedikit badannya,
"Permisi mas, ini bangkunya kosong?"
Katanya, sambil menunjuk kursi disebelahku, aku lantas terlena pada keindahan nada itu,
"ah iya, silahkan mbak"
itulah kata yang diseleksi lidahku keluar dan menghantarkannya pada kursi disebelahku, duduk dengan indahnya.
"Sendirian aja?"
Tanyaku memulai percakapan sembari menunggu pertunjukkan yang belum di mulai.
"Iya"
,jawabnya.
Pertunjukan dimulai, ia sibuk dengan handphonenya, aku mencuri pandangan sesekali ke arahnya, banyak tanya dalam kepala, siapa gadis ini, mengapa dia datang sendiri, dan dia disampingku, perhatianku mulai tertarik, sesekali aku mempersiapkan pertanyaan, untuk memulai percakapan kembali, sialnya, ini adalah kelemahanku, memulai percakapan, aku selalu buruk dalam hal ini.Namun, titik terang terlihat saat ia mulai menanyakan,
"dari mana?"
aku langsung memandangnya, dan menjawab,
"dari Pekanbaru, ini berempat, cuma saya sudah enam bulan di Jakarta, kuliah disini"
ia menelan jawabku dan mengangguk, kemudian ia bertanya kembali,
"kuliah dimana?"
"Di Unindra"
"Apa? unesa?" Katanya sambil mendekatkan telinganya kearah wajahku,
"unindra, jurusan sastra"
"Oh, kenapa memilih kuliah disini?"
"Sebenarnya aku sudah kuliah waktu di Pekanbaru, ya melanjutkan disini"
Lalu aku mengembalikan pertanyaan,
"kalau kamu?"
"Kuliah juga"
"Di?"
"Nggak bakal tau pasti, daerah kelapa gading, namanya Ibii"
"Oh, jurusan?"
"Akutansi"
"Oh sudah smester berapa?"
"Aku baru 17, eh bulan juni besok ini 18"
Aku menaikkan alis, dan berkata pelan, "okee~"
Kemudian ia bertanya padaku sambil menunjuk sisi bangku penonton sebelah kiri kami,
"itu anaknya Ernest prakasa, ya?
"Bukan"
"Aku sukanya Ernest" katanya,
"Ernest sering kami undang di acara di Pekanbaru"
"Oh"
Kita kembali pada pertunjukan, lelucon demi lelucon dikeluarkan sang penampil, berhasil membuat kami tertawa, saling tatap, tanpa ada beban, hingga tanpa sadar, tanganku menyentuh tangannya, entah ada aliran apa, ia dengan sigap langsung menggenggam tanganku,
"Dingin" katanya,
Aku memandangnya sejenak, memberikan senyum, dan mengambil tangannya, kugenggam diatas pahanya.
Aku nikmati saat itu, dunia menjadi lebih indah, penuh kebahagiaan, tapi ternyata bahagia juga punya batas waktu.
Ditengah pertunjukan, nadanya sedih dan memelas berkata
"yah, mau pulang"
ia melepas genggamanku dan membereskan tasnya di lantai, aku sedih, dan tak tau harus apa lagi, aku hanya diam tanpa membalas ucapannya, dia memberi tangan kanan untuk tos diiringi dengan "pulang dulu ya", aku bahkan tak sadar dan terkejut, langsung berkata, "hati-hati ya!" Satu demi satu langkahnya meninggalkanku, aku masih saja termenung, dunia seperti kosong, entah apa yang merasukiku, tak lama, aku sadar, dalam hati langsung ada yang mengingatkan,
"hey, aku lupa namanya siapa, eh aku bahkan belum menanyakan namanya"
Aku tersadar dan melihat arahnya berjalan, sayang dia sudah hilang diantara kerumunan, aku terlambat, dia hilang begitu saja, aku tak tau apa bisa bertemu lagi dengannya atau tidak, beberapa informasi yang aku ingat, tidak membantuku menemukannya, harapku sederhana, hanya menemuinya kembali, tanpa peduli perasaan apa yang masing-masing kita miliki.
Semoga kau membaca ini,
Semoga kita saling mencari
Kunamai kau, ibii girl.
Ruangkosong-
Grand final SUCI6
1 juni 2016
No comments:
Post a Comment
tinggalkan komentar