"kayanya akan sulit untuk kita ketemu lagi di tengah kesibukan, jadi, untuk kesempatan ini aku mau nanya, kamu mau jadi pacarku?"
"jangan ketawa aja, jawab"
sambil tersenyum malu ia menjawab
"iya aku mau"
"yaudah sini tangannya, sekarang gelang dulu, cincin kemahalan, sini ku pakaikan"
Setelah ratusan aksara dalam percakapan panjang di sebuah media sosial, mencoba saling mengenal, dan memupuk rasa yang membuatku memantapkan hati untuk memilihmu, kata-kata itu terseleksi oleh lidahku dan keluar begitu saja di sebuah cafe malam itu.
Aku mengenalnya sebagai wanita yang penakut. Padahal aku cuma bilang, "hati-hati dibalik pintu ada sesuatu" suasana hatimu langsung berubah kesal. Anehnya saat kita memutuskan untuk nonton film di bioskop, film horror jadi pilihan pertama yang ada dikepalamu.
kau memang aneh, kau sudah mengakuinya, dan aku juga tak peduli, yang kupedulikan hanyalah kamu sayang aku dan aku sayang kamu.
usai nonton kita memutuskan untuk duduk sebentar untuk mengobrol, dan kau bilang
" mantan aku chat aku lagi"
"terus?"
"ya ngga papa, aku cuma mau bilang ke kamu aja"
"oke, ngga papa, aku ngga harus khawatir kan? apakah aku harus khawatir?"
"ngga lah, aku sayang sama kamu"
KIta pulang, dengan perasaan bahagia, setiap hari setelahnya, adalah tentang kita yang saling menjaga, tak terhitung banyaknya ucapan-ucapan selamat untuk kita, selamat tidur, selamat makan, dan saling mengingatkan untuk kita berdua yang hampir setiap hari begadang, kita memang bebal untuk urusan tidur malam.
suatu hari dengan perasaan bahagia, ku buka ponsel ku untuk memeriksa pesan yang kau kirim, tapi perasaan bahagia menjadi luntur dan merubah kening menjadi kerut, setelah aku membaca kalimat demi kalimat yang kau kirim.
aku ingin jujur ke kamu, ini akan menyakitimu
kemaren mantan aku telpon, aku juga lagi ada masalah, akhirnya aku cerita ke dia numpahin semuanya ke dia, aku bohong ke kamu, aku bilang aku mau tidur, dan kadang aku juga chat dia duluan, aku cuma bisa cerita masalah aku ke dia atau ke temen aku. ke kamu aku ngga bisa cerita, maaf ya.
seketika hatiku mendung, kau bilang aku tak perlu khawatir, tapi ternyata kau salah, aku sangat tekejut, aku marah, kesal, dan sedih, semuanya bercampur, tanganku menggigil memandangi pesan itu, aku menjawab pesan itu dengan beberapa kalimat yang berujung pertengkaran. kau tak pernah tau rasanya, orang yang kau pedulikan, yang benar-benar kau sayang, mencari tempat pulang, tapi bukan ke dadamu. sakit sekali, tak ada perumpamaan yang tepat untuk menggambarkan sakitnya. sampai akhirnya kau mengakui kau masih menyimpan perasaan kepadanya, yang membuatku bahkan jutaan kali lipat lebih sakit lagi. kemudian aku mencoba menengahkan, memberikan pilihan, aku atau dia.
"aku ngga bisa memilih" katamu, membuatku mundur selangkah, tapi aku tetap meminta lagi, dan lagi, tolong perjuangkan aku, aku sangat yakin kalau aku lebih sayang kamu dari dia, lupakan dia, dan kau bilang tetap tidak bisa, kau ingin kita tetap biasa aja, walau masih menyimpan perasaan padanya.
Sayangnya aku tidak se-malaikat itu untuk bisa menerima, aku ingin kau jatuh sejatuh-jatuhnya kepadaku, jadi satu-satunya rumah untukmu, sebagaimana aku, kepadamu. Tetapi tetap tidak bisa, katamu.
Akhirnya ku potong saja ujung dari tali perdebatan ini dengan mundur sejauh-jauhnya, aku pamit, satu lagi mimpi terkubur, tak perlu lagi untukku menyimpan harap, di hatimu masih ada yang menetap. aku tak marah, aku tak pernah bisa benar-benar marah padamu, Selanjutnya, biarlah ku gulung, harap-harap yang menggunung.
Aku harus beri tau, kalau melewatkanku adalah sebuah kesalahan, karena aku mencintai tidak seperti kebanyakan orang, tak akan kau temui yang seperti aku. percayalah
Terimakasih telah singgah, dan meninggalkan luka. menjadikanku tempat sementara untukmu kembali padanya, berbahagialah, hatiku tak di format untuk membenci, jadi kau bebas pergi.
No comments:
Post a Comment
tinggalkan komentar