Kembali ku tenggelamkan diriku dengan kenangan, tentang apa-apa yang hilang, hingga indahnya mimpi semalam, yang terjadi di belakang, dan yang lepas dari ingatan. semua rahasia yang Tuhan gariskan perlahan mulai diperlihatkan, menemui banyak keputusan, kehilangan, dan nikmat yang kadang luput dari rasa syukur.
Begitulah aku melewati 2018, halaman demi halaman, sudah habis ku baca, ada yang berkesan,dan ada yang biasa saja, beberapa kebiasaan berubah, beberapa masih tetap begitu.
waktu memang keajaiban Tuhan yang sangat misterius, tak ada kata kembali dalam wacana tentang waktu, mungkin itu sebabnya banyak dari kita yang di hampiri penyesalan, karena tidak berteman baik dengan waktu ini. saat ini waktu digambarkan dengan digit angka, di penghujung dari 2018, segala bentuk sesal dan pencapaian menumpuk diujung lorong yang akan segera menutup portalnya. kita bersiap untuk memasuki digit baru lagi, untuk pengharapan yang baru juga. segala jenis resolusi menanti.
Terimakasih 2018, tak banyak yang menarik dari cerita kita, tapi aku tau, aku lebih baik sekarang, aku persilahkan kau pergi dengan pelukan. kita tak akan bertemu lagi, tapi ceritamu kusimpan baik-baik di dalam kepalaku.
Dan, selamat datang 2019, salam kenal, aku sudah kirim proposal pada Tuhan diantara doa-doa, bantu aku menemui takdir agar semuanya dapat terlaksana ya!
Selamat tahun baru 2019!
ini akan jadi tahun yang menyenangkan.
semoga
December 31, 2018
November 24, 2018
Menyeduh kopi dengan rasa sakit
Aku kembali, dengan bekas sayat yang belum kering di hati dan cukup dalam kali ini, hanya dengan satu balasan tentang ajakan ngopi dan obrolan hangat, hingga berakhir dengan kehilangan kalimat.
lima tahun yang lalu, sebuah ajakan ngopi yang menghantar kita pada pertemuan, menemui bahagia, canda, dan cerita yang mungkin lucu untuk diceritakan. mengajari banyak hal, bahkan cara bersalah jika tidak memberi kabar, mengajari tegar kalau rencana yang diusahakan ternyata tidak berakhir dengan keberhasilan.
Masih kuingat detail dari kalimatku, 25 Oktober hari itu, cuitanku yang kau bilang mewarnai pagimu.
"hai, mari menyeduh kopi dan menjaganya agar tetap hangat"
kau membalas dengan
" aku tidak minum kopi, diganti teh boleh ya?"
bertemulah kita dengan banyak cerita setelahnya, dongeng cinderella dengan sendal jepitnya, potongan cokelat, surat, dan sepatu yang menemani tiap langkah kita.
Hingga, oktober di lima tahun setelahnya, semua sangat berbeda, kita sudah lebih dewasa, kau dengan kehidupan barumu, dan aku juga, tapi ada hal yang masih sama, aku masih senang menggali cerita lama, bukan untuk kembali, tapi untuk sekedar nostalgia,
aku kefikiran, mungkin, ada baiknya menyapa, mengingat kita yang sudah lama tidak bertemu, kemudian ajakan ngopi itu ku hadirkan lagi di depan matamu, untuk bernostalgia, bercerita tentang sejauh apa kita lupa.
"hai, mari menyeduh kopi kembali, kali ini kau tak harus menjaganya tetap hangat, aku hanya ingin bercerita"
tapi kali ini kau membalas dengan
"aku tidak minum kopi, aku tidak bisa menghabiskan waktu lagi untuk minum kopi denganmu, aku bukan orang yang seru sekarang, aku suka sendiri dan menikmatinya"
Bertemulah aku dengan rasa sakit.
ternyata banyak hal yang aku lewatkan tentangmu, kau sangat berubah, aku merasa jadi orang yang tak pernah ada dalam hidupmu, sangat asing, bahkan hanya untuk sedikit percakapan, kau enggan untuk memberikan waktumu.
rasanya sakit, ketika tau ternyata aku tidak memberimu kesan, ketika aku menghabiskan tahun demi tahun menunggu, hanya untuk sedikit percakapan, tapi kau enggan.
ku hargai itu, keputusanmu adalah untuk dirimu sendiri, yang tersisa sekarang hanya aku yang akan berdamai dengan itu semua, susah memang, tapi harus kulakukan.
kalau saja melepaskan itu mudah, maka cinta bukan lagi sesuatu yang para sastrawan abadikan dalam karya terbaiknya.
lima tahun yang lalu, sebuah ajakan ngopi yang menghantar kita pada pertemuan, menemui bahagia, canda, dan cerita yang mungkin lucu untuk diceritakan. mengajari banyak hal, bahkan cara bersalah jika tidak memberi kabar, mengajari tegar kalau rencana yang diusahakan ternyata tidak berakhir dengan keberhasilan.
Masih kuingat detail dari kalimatku, 25 Oktober hari itu, cuitanku yang kau bilang mewarnai pagimu.
"hai, mari menyeduh kopi dan menjaganya agar tetap hangat"
kau membalas dengan
" aku tidak minum kopi, diganti teh boleh ya?"
bertemulah kita dengan banyak cerita setelahnya, dongeng cinderella dengan sendal jepitnya, potongan cokelat, surat, dan sepatu yang menemani tiap langkah kita.
Hingga, oktober di lima tahun setelahnya, semua sangat berbeda, kita sudah lebih dewasa, kau dengan kehidupan barumu, dan aku juga, tapi ada hal yang masih sama, aku masih senang menggali cerita lama, bukan untuk kembali, tapi untuk sekedar nostalgia,
aku kefikiran, mungkin, ada baiknya menyapa, mengingat kita yang sudah lama tidak bertemu, kemudian ajakan ngopi itu ku hadirkan lagi di depan matamu, untuk bernostalgia, bercerita tentang sejauh apa kita lupa.
"hai, mari menyeduh kopi kembali, kali ini kau tak harus menjaganya tetap hangat, aku hanya ingin bercerita"
tapi kali ini kau membalas dengan
"aku tidak minum kopi, aku tidak bisa menghabiskan waktu lagi untuk minum kopi denganmu, aku bukan orang yang seru sekarang, aku suka sendiri dan menikmatinya"
Bertemulah aku dengan rasa sakit.
ternyata banyak hal yang aku lewatkan tentangmu, kau sangat berubah, aku merasa jadi orang yang tak pernah ada dalam hidupmu, sangat asing, bahkan hanya untuk sedikit percakapan, kau enggan untuk memberikan waktumu.
rasanya sakit, ketika tau ternyata aku tidak memberimu kesan, ketika aku menghabiskan tahun demi tahun menunggu, hanya untuk sedikit percakapan, tapi kau enggan.
ku hargai itu, keputusanmu adalah untuk dirimu sendiri, yang tersisa sekarang hanya aku yang akan berdamai dengan itu semua, susah memang, tapi harus kulakukan.
kalau saja melepaskan itu mudah, maka cinta bukan lagi sesuatu yang para sastrawan abadikan dalam karya terbaiknya.
March 12, 2018
hai, senang mengenalmu! (fudgel Nuts)
“apakah kau percaya kebetulan?"
ia bertanya tiba-tiba dan aku tidak tau harus jawab apa, mungkin memang sebuah kebetulan aku terdampar pada deretan aksara yang ia buat di sebuah blog, Nursyah Fitri Harahap, aku bukanlah seorang ahli dalam menafsirkan nama seseorang, tapi aku yakin itu nama yang baik, sama sepertinya, aku bisa membaca kalau dia orang baik hanya dengan membaca kata-demi kata di blog itu, hingga akhirnya rasa penasaran mulai mengakrabkan diri, mengantarku untuk mengetikkan namanya di kolom pencarian akun sebuah media sosial, dan, hap! aku mendapatkannya.
cukup dengan satu sentuhan jempol, aku bisa tau rekam jejak, beberapa foto bahkan domisilinya. Medan, kota yang indah, dari sana ia berasal, Tuhan memang tepat, dari kota yang cantik dan indah itu lahirlah ia, seorang yang cantik juga.
suatu sore, aku dikejutkan oleh suara notifikasi dari ponselku, dan siapa sangka, sebuah pesan langsung masuk bertuliskan :
“ hai, aku fitri dari medan, aku suka blog kamu, salam kenal”
aku tertawa kecil sendirian, lucu juga, aku yang mengagumi lebih dulu, tapi ia yang lebih dulu mengirim pesan kata sapa, aku langsung membalas dengan
“hai Fitri, aku Randy dari Pekanbaru, aku juga suka blog kamu, semoga kita bisa jadi teman baik”
ada yang pernah bilang kepadaku, katanya kalau kita punya satu kesamaan, obrolan jadi lebih seru, teori ini yang akhirnya aku pakai, setidaknya aku sudah tau kalau kita sudah punya kesamaan, sama-sama suka nulis,dan sama-sama punya blog, maka ajakan untuk menulis bersama mungkin akan tepat, dan ia pun setuju, lalu percakapan di pesan langsung itu berakhir dengan saling bertukar nomor telepon.
Sapaan berikutnya dimulai dari pesan singkat, sebuah perkenalan yang mungkin tak biasa, siapa yang bisa memberi tahu semua informasi tentang dirinya setelah beberapa kata sapa. tapi itu kulakukan, meski baru saja kenal, aku percaya ia orang baik, jadi aku tidak sungkan untuk berbagi cerita, tak disangka ia pun melakukan hal yang sama, cukup panjang untuk beberapa pesan pertama yang menjadikan kita jauh lebih saling mengenali satu sama lain, aku tau mulai dari tanggal lahirnya, cerita tentang sekolahnya, ia sedang sibuk dengan apa dan masih banyak yg lainnya, kita bertukar informasi tentang selera musik, hobi sampai hal kecil yang sebenarnya tak terlalu penting.
mari mulai, kau akan segera mengetahui siapa wanita pemilik Fudgel Nuts ini
Nursyah Fitri Harahap. dulu, ia kesal dengan namanya padahal menurutku nama itu bagus. lahir di Medan 7 Desember 1996, aku memanggilnya Fitri. tidak sepertiku, Fitri lebih suka keluar rumah, mencari hal baru, berpetualang melihat pemandangan alam, meskipun hanya di sekitar sumatera utara, katanya ia ingin sekali pindah dari sana, mencoba hidup mandiri di kota lain, makanya ia ingin segera menyelesaikan kuliahnya, supaya bisa mencoba pindah, ia senang menggambar, kuliah di fakultas psikologi hingga saat ini memasuki semester ke delapan, di salah satu Universitas di Medan, bergabung dengan komunitas midfilm kampus, salah satu tulisannya juga pernah di angkat menjadi film oleh komunitas itu.
mengagumkan ya?
ia suka musik, tapi katanya, ia tak pernah mengagumi salah satu band secara khusus, jadi sulit menentukan band favorit, tapi kalau untuk jenis musik, rock adalah pilihannya.
ia suka musik, tapi katanya, ia tak pernah mengagumi salah satu band secara khusus, jadi sulit menentukan band favorit, tapi kalau untuk jenis musik, rock adalah pilihannya.
mungkin masih banyak hal menarik darinya yang belum ku tau. tapi itu semua sudah lebih dari cukup untuk meyakinkan aku kalau ia mungkin suatu saat kita akan jadi teman baik, aku masih ingin tau lebih banyak, semoga perkenalan ini mengantarkan kita pada hal yang baik, singgahlah ke blog-nya, dan kau mugkin akan jatuh cinta!
February 7, 2018
Ada yang menetap, dan ada yang pergi, kamu yang mana?
Ada yang menetap, dan ada yang pergi, kamu yang mana?
aku pernah memberi tahu bahwa menjadi dewasa itu menyebalkan, dan ya, memang begitu, salah satu alasannya adalah, satu persatu teman-teman pergi, memang sudah polanya begitu, kau lahir, kau belajar bicara, kau punya teman, dan kemudian, kau sampai pada pertanyaan
"teman-temanku apa kabar, ya?"
aku baru saja membuka sebuah aplikasi jejaring sosial di telepon genggam milikku, melihat beberapa postingan baru dari orang-orang yang dulunya menjadi sumber gelak tawa, berbagi keluh kesah, dan lawan bicara hingga lupa waktu, ya teman-temanku. ada foto mereka sedang bahagia menjadi seorang ayah, ada foto yang menceritakan tentang liburannya di luar negeri, ada foto undangan yang bertuliskan namanya, dan banyak lagi, membuatku berfikir, waktu begitu cepat, apakah ini sudah sampai pada titiknya, titik tentang memutuskan apakau kau seorang yang menetap, atau yang pergi.
akhirnya aku sampai, aku menyadari bahwa aku seorang penetap, banyak yang pergi dalam daftarku, teman-teman, pacar, bahkan pekerjaan, kuberi tahu, menjadi seorang penetap bukan hal yang bagus, saat aku melihat teman-temanku di jejaring sosial mereka, kau tau apa yang kulakukan? aku sedang duduk di beranda rumah dengan sebatang rokok yang menyala, menyadari bahwa aku tak kemana-mana.
jadi, untukmu yang betah menetap sama sepertiku, sudah waktunya kita memasang dan mengikat erat tali sepatu, mengatur langkah keluar rumah, mencari tempat yang baik untuk di foto dan di pajang di sosial media, entah itu tempat baru, status baru, pekerjaan yang baru, apapun itu, menunjukkan kepada teman-teman yang lain yang masih menetap, untuk melanjutkan pola yang mau tak mau harus diikuti.
aku pernah memberi tahu bahwa menjadi dewasa itu menyebalkan, dan ya, memang begitu, salah satu alasannya adalah, satu persatu teman-teman pergi, memang sudah polanya begitu, kau lahir, kau belajar bicara, kau punya teman, dan kemudian, kau sampai pada pertanyaan
"teman-temanku apa kabar, ya?"
aku baru saja membuka sebuah aplikasi jejaring sosial di telepon genggam milikku, melihat beberapa postingan baru dari orang-orang yang dulunya menjadi sumber gelak tawa, berbagi keluh kesah, dan lawan bicara hingga lupa waktu, ya teman-temanku. ada foto mereka sedang bahagia menjadi seorang ayah, ada foto yang menceritakan tentang liburannya di luar negeri, ada foto undangan yang bertuliskan namanya, dan banyak lagi, membuatku berfikir, waktu begitu cepat, apakah ini sudah sampai pada titiknya, titik tentang memutuskan apakau kau seorang yang menetap, atau yang pergi.
akhirnya aku sampai, aku menyadari bahwa aku seorang penetap, banyak yang pergi dalam daftarku, teman-teman, pacar, bahkan pekerjaan, kuberi tahu, menjadi seorang penetap bukan hal yang bagus, saat aku melihat teman-temanku di jejaring sosial mereka, kau tau apa yang kulakukan? aku sedang duduk di beranda rumah dengan sebatang rokok yang menyala, menyadari bahwa aku tak kemana-mana.
jadi, untukmu yang betah menetap sama sepertiku, sudah waktunya kita memasang dan mengikat erat tali sepatu, mengatur langkah keluar rumah, mencari tempat yang baik untuk di foto dan di pajang di sosial media, entah itu tempat baru, status baru, pekerjaan yang baru, apapun itu, menunjukkan kepada teman-teman yang lain yang masih menetap, untuk melanjutkan pola yang mau tak mau harus diikuti.
Subscribe to:
Posts (Atom)